Translate

SELAYANG PANDANG KKI







Senin, 04 Desember 2023

TERSISA DUA EKOR, MISI MELAWAN KEPUNAHAN KAKATUA-KECIL JAMBUL-KUNING (Cacatua sulphurea) DI PULAU PASOSO, DONGGALA, SULAWESI TENGAH

 Oleh Fauziah Maisarah

Kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea) makan kayu raja (Cassia fistula
(Doc. by Dudi Nandika)

Kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea), menjadi salah satu spesies burung kakatua yang paling terancam punah di Indonesia. Meskipun umumnya tersebar luas di wilayah Indonesia Tengah, namun dalam kurun waktu 40 tahun terakhir terdapat penurunan jumlah yang sangat signifikan pada populasinya. Situasi ini menunjukkan penyusutan besar dan ancaman serius terhadap keberlangsungan spesies ini di seluruh daerah penyebarannya.

Provinsi Sulawesi Tenggara, sebagai salah satu wilayah sebaran kakatua yang tercatat populasinya kurang dari 200 ekor yang tersebar di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Pulau Kadatua, Pulau Buton, dan Wakatobi (data KKI). Provinsi Sulawesi Tengah, di Taman Nasional Lore Lindu (yang tidak memiliki catatan baru dalam dua dekade terakhir), serta populasi terakhir yang masih diobservasi berada di Pulau Pasoso yang merupakan kawasan konservasi Suaka Margasatwa.


Kondisi Pulau Pasoso Dilihat Dari Dermaga dan tim survey kakatua di Pulau Pasoso

Populasi yang tersisa di Pulau Pasoso merupakan kepunahan lokal terdekat untuk subspesies Cacatua sulphurea di Sulawesi, tercatat pada tahun 2021 populasinya hanya tersisa 2 ekor dewasa dan 1 anakan. Namun pada Febuari 2022, menurut informasi dari sang penjaga pulau yaitu Pak Ahmad, anakan kakatua diserang Elang Bondol (Haliastur indus) hingga terjatuh, meskipun sempat berhasil menyelamatkan diri dan kembali ke atas pohon tetapi setelah kejadian tersebut, Pak Ahmad dan keluarganya tidak pernah melihat kakatua tersebut lagi, sehingga menurut hasil pengamatan kakatua di Pulau Pasoso saat ini tercatat hanya ada 2 ekor atau 1 pasang.

Sebelumnya, populasi kakatua tersebut stabil sejak tahun 2000, yaitu sekitar 7-15 ekor, dan terus mengalami peningkatan  hingga 14-17 ekor pada tahun 2012. Namun, pada tahun 2015, populasinya mulai mengalami menurun menjadi 8 ekor.

Ancaman terbesar kakatua di pulau Pasoso adalah pemburuan liar dan kurangnya habitat. Hal ini diakibatkan karena Pasoso merupakan pulau yang tidak berpenghuni sehingga cukup sulit untuk mengontrol nelayan yang terindikasi melakukan perburuan burung. Meskipun pada survei terakhir tidak ditemukan adanya perburuan, namun terdapat catatan bahwa pada tahun 1991, masyarakat melakukan perburuan terhadap kakatua di Pulau Pasoso untuk dijadikan hewan peliharaan, ini memperkuat bukti bahwa praktek perburuan burung, khususnya kakatua, terjadi di Pulau Pasoso. Selain itu, Perubahan penggunaan lahan berskala besar sangat mempengaruhi metapopulasi di pulau-pulau kecil, termasuk populasi kakatua di Pulau Pasoso.

Migrasi lokal kakatua dari daratan ke Pulau Pasoso, atau sebaliknya, yang biasanya dilakukan untuk mencari pakan dan pasangan, terhenti karena menyempitnya habitat di daratan dan penurunan drastis populasi kakatua di daratan, bahkan mengarah ke ambang kepunahan.

Konservasi Kakatua Indonesia (KKI) bekerjasama dengan Kelompok Pengamat Burung Spilornis (KPB Spilornis) untuk melakukan upaya konservasi kakatua di Pulau Pasoso agar terhindar dari kepunahan. Proyek ini dimulai dari tanggal 25 Januari hingga 20 Maret 2023. Proyek ini bertujuan untuk memahami status populasi kakatua di Pulau Pasoso, termasuk ekologi dan ancaman yang ada, dan sosialisasi kesadaran konservasi kepada masyarakat di sekitar Pulau Pasoso.

Sosialisasi menjauhkan kakatua di Pasoso dari ancaman kepunahan 
terhadap beberpa elemen masyarakat termasuk para pelajar di daratan terdekat dari Pulau Pasoso 

Program konservasi yang untuk melindungi kakatua di Pasoso mencakup langkah-langkah untuk mengurangi ancaman dari predator. Salah satu tindakan yang dilakukan untuk mengurangi risiko dari predator adalah dengan memasang plat seng sebagai pelindung pada pohon sarang, dari ancaman predator seperti ular dan biawak.

KKI dan KPB Spilornis memasang dua buah lempengan seng pada pohon sarang kakatua, dan akan terus melakukan identifikasi sarang-sarang lainnya untuk dipasang lempengan seng. Selain itu, KPB Spilornis juga berupaya mengurangi ancaman predator terhadap kakatua dengan melakukan pemangkasan ranting-ranting yang menjulur mendekati pohon sarang.

 
Pemasangan seng plat pada pohon sarang kakatua untuk meminimalisir ancaman predator

Kemudian upaya selanjutnya adalah memberikan informasi dan pemahaman tentang keberadaan kakatua kepada masyarakat yang beraktivitas di Pasoso, seperti para pekerja kopra dan nelayan yang mencari ikan. Membagikan stiker, masker, poster dan memasang spanduk konservasi kakatua di rumah penjaga pulau.

KKI bekerja sama dengan KPB Spilornis melakukan sosialisasi pada pameran Expo Fahutan yang diselenggarakan oleh Universitas Tadulako. Sosialisasi dilakukan dengan cara membuka satu stand untuk mempublikasikan kegiatan konservasi kakatua-kecil j
ambul-kuning di Pasoso, memasang tagline "Mari kita cegah kakatua dari kepunahan", dan
membagikan poster serta stiker kepada para pengunjung pameran.

Sosialisasi juga dilakukan kepada penduduk Desa Manimbaya dan Ketong. Sosialisasi dilakukan dengan memberikan informasi mengenai keberadaan kakatua yang hampir punah sekaligus menggugah empati terhadap kakatua sebagai salah satu kekayaan alam Sulawesi Tengah. Selain itu, film dokumenter konservasi juga diputar untuk memotivasi mereka dalam upaya konservasi dan membangun kesadaran dan kebanggaan mereka. Dari sini, masyarakat belajar tentang bagaimana perjuangan dan kebanggaan akan sumber daya yang mereka miliki meskipun mereka berada di tempat yang terpencil.

Selain kepada penduduk, sosialisasi dilakukan kepada siswa sekolah di Desa Manimbaya dan Ketong. Sekitar 142 siswa dari sekolah dasar (SDN 03 Balaesang Tanjung & SMPN SATAP - 5 Balaesang Tanjung) dan sekolah menengah atas (SMAS Yayasan Pendidikan Tanjung Balaesang - YPTB Ketong) mengikuti program ini.

Para siswa sangat antusias dan bersemangat menonton film dokumenter dan bermain game konservasi. Mereka juga berinisiatif untuk membuat grup WhatsApp untuk tetap terhubung dan mereka benar-benar terlihat haus akan dunia konservasi. Para siswa juga sangat termotivasi untuk belajar bahasa Inggris, ketika tim mengajarkan mereka untuk menyanyikan lagu kakatua dalam versi bahasa Inggris. Ini merupakan langkah awal yang baik untuk meningkatkan kesadaran dan kebanggaan terhadap burung mereka sendiri.

Tim survey kakatua-kecil jambul-kuning di P. Pasoso

Senin, 20 November 2023

BENARKAH KAKATUA MALUKU DI PULAU AMBON MASIH ADA ATAU HANYA TINGGAL CERITA ?

  Oleh Fauziyah Maisarah

Kakatua maluku Cacatua Moluccensis (doc. Dudi Nandika)

Kakatua maluku, Cacatua moluccensis, yang juga dikenal sebagai  Kakatua Seram, merupakan salah satu kakatua yang terancam punah yaitu dengan status “Rentan” berdasarkan buku data list merah IUCN. di Indonesia. Kakatua maluku (Cacatua moluccensis) merupakan satwa endemik Maluku Selatan dan mempunyai risiko kepunahan lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lain yang mempunyai wilayah sebaran lebih luas. Perburuan dan penyelundupan ilegal merupakan ancaman utama bagi spesies iconic ini. Tidak ada catatan terbaru mengenai populasi jenis ini di Saparua, Haruku, Nusa laut dan Buano. populasinya mungkin hanya bertahan di satu wilayah di Ambon, hanya menyisakan hampir seluruh populasi di Seram, yang dulunya melimpah, namun kini mengalami penurunan secara cepat, termasuk sekitar 20-40% penurunannya di satu wilayah selama tahun 1990an.

Berdasarkan studi terkini populasi di Pulau Ambon yang laksanakan oleh Konservasi Kakatua Indonesia (KKI) bekerja sama dengan Biologi Universitas Pattimura, mencatat hasil bahwa kakatua hanya ditemukan pada hutan Negeri Halong dengan frekuensi relatif yang sangat rendah yaitu hanya 2,61% dan 3,4% di hutan Negeri Soya. Studi ini dilakukan dengan berfokus pada kawasan hutan lindung tepatnya di Gunung Salahutu (di Hutan Petuanan Desa Halong dan Hutan Petuanan Desa Soya)  dan Gunung Sirimau (diwakili oleh transek pengamatan Desa Waai). Populasinya hanya tersisa tidak lebih dari sembilan ekor dengan kepadatan 1,17 ekor/km2. Perburuan jenis ini masih terjadi seperti di informasikan oleh seorang petani dari desa Halong yang telah mengambil 2 ekor anak burung kakatua yang berada di sarang pohon durian yang tumbang akibat hujan dan angin kencang pada bulan Februari 2022.

Ancaman yang di hadapi burung kakatua di Maluku yaitu perburuan untuk di perdagangkan, di konsumsi, sebagai syarat dalam upacara adat serta akibat perubahan dan penyusutan hutan

Selain perburuan, alih fungsi lahan juga membuat habitat kakatua di Pulau Ambon semakin berkurang. Kondisi hutan di lokasi pengamatan merupakan hutan pegunungan bawah, sebagian besar telah beralih fungsi menjadi kebun cengkeh, pala, durian, dan palawija (singkong, jagung, kacang panjang, nanas, keladi, dan kacang tanah). Hanya sedikit yang tersisa tanaman hutan asli dan tersebar.

Konservasi Kakatua Indonesia (KKI) dan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura melakukan kampanye untuk mengurangi kebiasaan berburu burung, terutama burung nuri dan kakatua dengan cara memberikan kesadaran konservasi untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat setempat agar dapat melestarikan burung kebanggaan mereka.

   Kampanye pelestarian kakatua melalui penyebaran media poster, pemasangan bilboard imbauan
 dan pengamatan burung di alam

Kampanye interaktif berbasis masyarakat dilakukan dengan mendorong partisipasi aktif para pemangku kepentingan lokal seperti pemerintah desa, pemangku adat, dan pemuka agama menjadi target kunci yang dapat membantu meberikan pemahaman konservasi untuk menjaga kelestarian satwa liar khususnya kakatua. Elemen-elemen masyarakat yang memiliki akses dansecara rutin melakukan kegiatan ke hutan seperti petani, penebang kayu, penyadap nira aren, masyarakat adat, dan staf desa setempat adalah target utama kampanye pelestarian kakatua.

Kampanye pelestarian kakatua maluku ini tidak hanya dilakukan secara langsung kepada masyarakat, namun juga dengan menyiapkan beberapa media kampanye seperti poster, stiker, spanduk, dan tiga buah baliho yang ditempatkan di jalur masuk hutan di Negeri Adat Soya, Negeri Taeno, dan Negeri Halong.

Sebagai aset Pulau Ambon, burung nuri dan kakatua tidak hanya menjadi kekayaan identitas tetapi memiliki fungsi lain di habitatnya. Burung nuri dan kakatua juga berfungsi sebagai zoochory (penyebar biji) dan polinator (membantu penyerbukan bunga). Keberadaan burung nuri dan kakatua juga menjadi sumber pengetahuan dan dapat memberikan dampak yang menguntungkan bagi masyarakat setempat melalui program ekowisata.


Rabu, 15 November 2023

Press Release

Peranan Burung Paruh Bengkok Di Alam Dan Upaya Konservasinya

Oleh Fauziah Maisarah

Seminar Nasional di Universitas Islam As-Syafi'iyah Dengan Tema
"Peran Burung di Alam dan Upaya Konservasinya di Indonesia"


Bekasi 11 November 2023. Perkumpulan Konservasi Kakatua Indonesia (KKI) berkesempatan menghadiri undangan seminar “Peranan burung di alam dan upaya konservasi di Indonesia”. yang diadakan oleh Prodi Biologi FST dan Himpunan Mahasiswa Biologi Rafflesia Universitas Islam As Syafi’iyah

Langkah-langkah konservatif merupakan sebuah cara agar sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat terjaga dan tetap seimbang. Hubungan timbal balik antar unsur dalam sumberdaya alam hayati dapat berdampak pada ekosistem, termasuk keberadaan burung di dalamnya. Berkenaan dengan hal itu Dudi Nandika selaku Direktur Konservasi Kakatua Indonesia (KKI) ditunjuk sebagai pembicara dalam menyampaikan informasi mengenai peranan burung paruh bengkok di alam dan upaya konservasinya.

Jenis burung paruh bengko yang sedang makan berturut-turut dari sebelah kiri nuri bayan Eclectus roratus (jantan) makan buah koltada Leea indica, Tengah kakatua seram Cacatua moluccensis sedang makan buah durian Durio zibethinus dan di sebelah kanan perkici pelangi Trichoglossus haematodus sedang makan nektar bunga kayu burung Elaeocarpus nouhuysii.

Burung paruh bengkok umumnya mudah ditemui di wilayah ekoton, hutan yang cenderung lebih terbuka atau hutan terganggu, hal ini terlihat dari guild pakannya yaitu buah dan biji. Kehadiran jenis burung pemakan buah, biji dan nectar dapat dijadikan indikator kondisi hutan terganggu atau vegetasi yang terbuka. Sesuai tugasnya yaitu melakukan penyerbukan dan pemencar biji untuk memperbaiki hutan yang rusak atau terganggu. 

Sayangnya eksploitasi masih sering kali terjadi, seluruh burung paruh bengkok masuk dalam daftar jenis dilindungi di Indonesia oleh Permen-KLHK No. 106 tahun 2018, namun perburuan dan perdagangan illegal masih terus terjadi. Kakatua kecil jambul kuning merupakan salah satu jenis yang keberadaannya sangat menghawatirkan karena semakin banyaknya kepunahan lokal di wilayah sebarannya seperti yang terjadi di Sulawesi Tengah. Setelah populasi kecilnya di TN Lorelindu tidak pernah terdeteksi kembali kini giliran Pulau Pasoso sebagai salah satu wilayah sebaran kakatua anak jenis C. s. sulphurea yang diambang kepunahan karena sejak tahun 2022 populasinya menurun tajam menjadi tinggal 2 ekor. 

Upaya konservasi terhadap burung paruh bengkok terus dilakukan oleh Perkumpulan Konservasi Kakatua Indonesia (KKI). Ada dua pendekatan yang dilakukan yaitu Penelitian dengan melakukan Kerjasama dengan Universitas diantaranya: UIA, Unpatti, dan KPB Spilornis Untad. Selain melakukan penelitian, KKI juga melakukan program konservasi melalui kegiatan seperti Upaya peningkatan populasi dengan prioritas Kakatua-kecil jambul-kuning khususnya anak jenis Cacatua sulphurea abbotti di Pulau Masakambing, Penyadartahuan masyarakat dan membangun kebanggaan, Pemberdayaan masyarakat dengan melakukan pendampingan untuk program peningkatan alternatif income, Ekowisata khusus mengamati burung sehingga memberikan pesan yang kuat untuk upaya konservasi dan membangun kebanggaan pada masyarakat lokal. 

Upaya yang dilakukan KKI membuahkan berbagai pencapaian dalam memelihara keberadaan burung paruh bengkok. KKI telah melakukan beberapa program yang cukup berhasil di beberapa project sites seperti pada Masakambing project, jumlah kakatua dari 10 ekor (2008) naik menjadi 22 ekor (2018), dan ‘zero trapping’ sejak 2009 sampai sekarang. 

Selain itu pula masyarakat adat Huaulu di Pulau Seram yang memiliki aktifitas berburu baik untuk konsumsi harian dan upacara adat. Sejak tahun 2019 telah memiliki kesepakatan bersama KKI, TN Manusela dan BKSDA Maluku untuk tidak berburu Kakatua Maluku sebagai salah satu syarat upacara cidaku. Anak dari keturunan masyarakat adat Huaulu yang memasuki usia dewasa harus memiliki kemampuan berburu dan salah satunya setiap anak harus berburu 2 ekor kakatua dimana jambulnya dijadikan mahkota bersama kain merah sebagai simbol utamanya. Dengan adanya kesepakatan ini masyarakat adat yang akan mengadakan cidaku akan di suplai rontokan bulu Kakatua seram untuk mahkota cidaku dari fasilitas LK dan LK khusus yang berada dibawah UPT KLHK. 

Melalui Seminar Nasional ini diharapkan para mahasiswa bisa mengetahui dan memahami bagaimana peranan burung paruh bengkok di alam dan upaya konservasinya.
animasi-bergerak-burung-kakatua-0112