Oleh Dudi Nandika
Pusat Rehabilitasi Satwa “Kembali Bebas” Masihulan berdiri pada tahun 2004 dengan dukungan dana
dari Stewart Metz, MD dan Board Member dari the Indonesian Parrot Project. Sejak pertama berdiri
PRS Masihulan memfokuskan untuk menerima burung paruh bengkok saja, meskipun dalam perjalanannya
PRS juga menerima sitaan satwa burung lainnya seperti kasuari dan elang. Banyaknya satwa sitaan yang
diterima BKSDA Maluku, menjadikan kehadiran PRS sangat diperlukan. Seperti diketahui, satwa hasil
sitaan harus melewati berbagai proses agar dapat dilepsliarkan lagi ke alam, dengan tujuan agar
satwa yang dilepasliarkan tersebut dapat bertahan hidup di habitat aslinya.
Sebagian besar staff dan keeper di PRS juga merupakan warga asli Masihulan yang merupakan mantan penangkap burung.
Setelah beberapa kali pergantian kepengurusan, PRS Masihulan secara resmi
dikelola oleh Perkumpulan Konservasi Kakatua Indonesia dengan dukungan dana dari the Indonesian
Parrot Project dan atas kerjasama yang dilakukan antara KKI dan BKSDA Maluku, sejak Januari 2018. Hal tersebut sesuai
amanah Bapak Stewart Metz, MD sebelum beliau wafat pada 15 September 2017.
Untuk meningkatkan kinerjanya, PRS Masihulan pun mulai berbenah.
Pada tahun pertama, dilakukan dengan
perekrutan staff baru dengan kategori pendidikan yang mumpuni dan merupakan anak muda warga asli di
Masihulan. Adapun staff lama dengan usia yang tidak lagi muda, digantikan dengan anak mereka untuk
bekerja di PRS. Kami juga melakukan training kepada semua staf. Meskipun tidak mudah untuk merubah
kebiasaan yang sudah terjadi bertahun-tahun di PRS, akan tetapi sedikit demi sedikit PRS mengalami
perubahan ke arah yang lebih baik.
Pendataan satwa burung yang ada di PRS sangat penting, untuk menjadi historical record dalam buku
besar. Hal ini menjadi dasar untuk mengetahui progress perkembangan pada burung yang nantinya akan
menentukan bahwa burung tersebut layak ataukah tidak layak untuk dilepasliarkan.
Pembangunan di PRS juga tidak dilakukan secara signifikan, selain dikarenakan dana yang terbatas,
pengelola juga ingin melakukan perubahan secara bertahap dan berkelanjutan. Perbaikan kandang yang
rusak serta mengganti atap kandang dengan bahan yang lebih tahan lama, merupakan tindakan awal agar
burung tidak kedinginan ataupun kehujanan. Selain itu, penyediaan tempat makan, minum dan alat
kebersihan sangat diperlukan. Ketersediaan air juga mutlak diperlukan. Untuk itulah pengelola
menjalin kerjasama dengan Pemerintah Negeri Masihulan untuk menyambung pipa air dari saluran milik
negeri. Kami juga telah memasang listrik di PRS, sehingga selama berpuluh tahun, akhirnya PRS terang
dengan cahaya pada malam hari. Petugas keamanan pun tidak takut lagi apabila bertugas di malam hari.
Kegiatan selanjutnya adalah menyediakan bahan makanan yang cukup, suplemen seperti tambahan vitamin
dan calcium serta penyemprotan disinfektan virkon-s juga dilakukan.
PRS juga melakukan pencincinan
terhadap burung yang masuk dengan bantuan ring dari IBBS-LIPI. Pemeriksaan penyakit juga dilakukan di
Balitvet Bogor, selain itu pula KKI bekerjasama dengan Dosen MIPA Unpatti untuk dapat melakukan pengecekan penyakit, hanya saja baru dua macam penyakit yang dapat diperiksa, yaitu Avian Influenza (AI)
dan Newcastle Disease (ND). PRS juga telah menerima sebanyak dua kali mahasiswa Biologi
Universitas Pattimura untuk PKL. Adapun jumlah peserta angkatan pertama 4 orang dan angkatan
kedua 3 orang.
Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Masihulan hanya mampu menampung 100 ekor burung saja. Minimnya kemampuan PRS menampung burung tersebut mengakibatkan banyak burung hasil sitaan yang harus di tampung di kandang-kandang transit milik Taman Nasional dan BKSDA. Selama kurun waktu 3 Tahun terakhir PRS telah merehab tidak kurang dari 289 ekor burung. Pada bualan Januari 2020 Jumlah burung yang direhabilitasi adalah 88 ekor. Jumlah tersebut meningkat 11%, namun terjadi kematian sebanyak 36% akibat penyakit serta dimangsa ular dan berhasil melepasliarkan 15 % diantaranya dengan bekerjasama dengan TN Manusela dan BKSDA. Saat ini PRS masih merehabilitasi sekitar 49% sisanya yaitu jenis yang masih dalam perawatan dan jenis yang berasal dari luar pulau seram seperti dari kepulauan Aru, Tanimbar dan Papua.
Pengelola masih meningkatkan kinerja PRS agar keberhasilan proses rehabilitasi meningkat yaitu menekan angka kematian dengan memperketat pengawasan kesehatan dan meningkatkan keberhasilan jumlah pelepasliaran. Guna meningkatkan keberhasilan proses rehabilitasi dan menurunkan angka kematian PRS juga mengundang secara rutin dokter hewan untuk melakukan pemeriksaan dan memperketat pengawasan staf dan perawat satwa agar ular tidak lagi masuk ke kandang burung. Disamping itu proses penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran dan kebanggaan masyarakat untuk menekan terjadinya perburuan dengan berbagai upaya sosialisasi dan kampanye. KKI sebagai pengelola PRS juga melakukan berbagai program pemberdayaan masyarakat dan melibatkan masyarakat di kawasan penyangga dalam kegiatan-kegiatan konservasi seperti yang dilakukan di Negeri Masihulan dan Huaulu.
PRS juga telah melakukan studi awal untuk mencari lokasi potensial untuk pelepasliaran selain di Pulau Seram sendiri yaitu di kawasan TN Manusela, PRS juga melakukan survei dan sosialisasi ke pulau Wokam di Kepulauan Aru
melalui kerjasama dengan BKSDA dan Fakultas MIPA Universitas Pattimura, untuk pelepasliaran jenis-jenis yang berasal dari Kep. Aru.
Didukung Oleh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar