Oleh Fauziyah Maisarah
Kakatua maluku, Cacatua moluccensis, yang juga dikenal
sebagai Kakatua Seram, merupakan salah
satu kakatua yang terancam punah yaitu dengan status
“Rentan” berdasarkan buku data list merah IUCN. di Indonesia. Kakatua
maluku
(Cacatua moluccensis) merupakan satwa endemik Maluku Selatan dan
mempunyai risiko kepunahan lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lain yang
mempunyai wilayah sebaran lebih luas. Perburuan dan penyelundupan ilegal merupakan ancaman utama bagi
spesies iconic ini. Tidak ada catatan terbaru mengenai populasi jenis ini di Saparua, Haruku, Nusa laut dan Buano. populasinya mungkin hanya bertahan di satu wilayah di
Ambon, hanya menyisakan hampir seluruh populasi di Seram, yang dulunya melimpah,
namun kini mengalami penurunan secara cepat, termasuk sekitar 20-40%
penurunannya di satu wilayah
selama tahun 1990an.
Berdasarkan studi terkini populasi di Pulau Ambon yang laksanakan oleh
Konservasi Kakatua Indonesia (KKI) bekerja sama dengan Biologi Universitas
Pattimura, mencatat hasil bahwa kakatua hanya ditemukan pada hutan Negeri
Halong dengan frekuensi relatif yang
sangat rendah yaitu hanya 2,61% dan 3,4% di hutan Negeri Soya. Studi ini dilakukan dengan berfokus pada kawasan hutan
lindung tepatnya di Gunung Salahutu (di Hutan Petuanan Desa Halong dan Hutan
Petuanan Desa Soya) dan Gunung Sirimau (diwakili
oleh transek pengamatan Desa Waai). Populasinya hanya
tersisa tidak lebih dari sembilan ekor dengan kepadatan 1,17 ekor/km2.
Perburuan jenis ini masih terjadi seperti di informasikan oleh seorang petani
dari desa Halong yang telah mengambil 2 ekor anak burung kakatua yang berada di
sarang pohon durian yang tumbang akibat hujan dan angin kencang pada bulan
Februari 2022.
Selain perburuan, alih fungsi lahan juga membuat habitat kakatua di
Pulau Ambon semakin berkurang. Kondisi hutan di lokasi pengamatan merupakan
hutan pegunungan bawah, sebagian besar telah beralih fungsi menjadi kebun
cengkeh, pala, durian, dan palawija (singkong, jagung, kacang panjang, nanas,
keladi, dan kacang tanah). Hanya sedikit yang tersisa tanaman hutan asli dan
tersebar.
Konservasi Kakatua Indonesia (KKI) dan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura melakukan kampanye untuk mengurangi kebiasaan berburu burung, terutama burung nuri dan kakatua dengan cara memberikan kesadaran konservasi untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat setempat agar dapat melestarikan burung kebanggaan mereka.
Kampanye interaktif berbasis masyarakat dilakukan dengan mendorong
partisipasi aktif para pemangku kepentingan lokal seperti
pemerintah desa, pemangku adat, dan pemuka agama menjadi target kunci yang dapat membantu
meberikan pemahaman konservasi untuk menjaga kelestarian satwa liar khususnya kakatua. Elemen-elemen
masyarakat yang memiliki akses dansecara
rutin melakukan
kegiatan ke hutan seperti
petani, penebang kayu, penyadap nira aren, masyarakat adat, dan staf desa
setempat adalah target utama kampanye pelestarian
kakatua.
Kampanye pelestarian kakatua maluku ini tidak hanya dilakukan secara langsung kepada
masyarakat, namun juga dengan menyiapkan beberapa media kampanye seperti
poster, stiker, spanduk, dan tiga buah baliho yang ditempatkan di jalur masuk
hutan di Negeri Adat Soya, Negeri Taeno, dan Negeri Halong.
Sebagai aset Pulau Ambon, burung nuri dan kakatua tidak hanya menjadi
kekayaan identitas tetapi memiliki fungsi lain di habitatnya. Burung nuri dan
kakatua juga berfungsi sebagai zoochory
(penyebar biji) dan polinator
(membantu penyerbukan bunga). Keberadaan burung nuri dan kakatua juga menjadi
sumber pengetahuan dan dapat memberikan dampak yang menguntungkan bagi
masyarakat setempat melalui program ekowisata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar