Burung Paruh Bengkok Banyak Diburu Ketika Permintaan Pasar Tinggi
Studi terbaru mengungkapkan beberapa faktor yang mendorong perdagangan satwa liar illegal di Indonesia sebagai sebuah hotspot. Penulis sekaligus peneliti dari Australian National University (ANU) mengatakan memahami apa yang mendorong perdagangan saat ini lebih berpotensi terhadap munculnya dan menyebarnya penyakit menular dari hewan ke manusia – seperti COVID-19 dan Flu Burung. Studi tersebut menganalisis data perdagangan burung paruh bengkok illegal di Asia Tenggara yang tersedia selama dua dekade.
“Tingginya permintaan untuk burung paruh bengkok sebagai hewan peliharaan, dan pemindahan dari alam liar sebagai konsekuensi perdagangan telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penurunan populasi yang parah di seluruh dunia. Hampir sepertiga dari 400 spesies burung paruh bengkok terancam punah saat ini”, hal tersebut dikatakan oleh co-author Prof. Rob Heinsohn dari ANU. “Akan tetapi perdagangan yang luas, tidak membuat setiap spesies burung paruh bengkok memiliki risiko yang sama untuk diperdagangkan”.
Tim menggunakan model kriminologi popular untuk menganalisis faktor-faktor yang terkait dengan burung paruh bengkok yang diperdagangkan di Indonesia, sebagai negara yang terbukti membutuhkan konservasi burung paruh bengkok. Tim menemukan tiga faktor kunci yang menjadi indikator terbaik dari variasi perdagangan, yaitu: apakah mungkin untuk mengekspor spesies secara legal; spesies paling menarik – dari warnanya, ukurannya, dan mampu menirukan suara; dan spesies yang penyebarannya tumpang tindih dengan kepadatan populasi manusia yang lebih tinggi.
“Hal ini menunjukkan bahwa faktor berbasis permintaan dan peluang secara bersama-sama dapat menjelaskan sebagian dari perdagangan burung paruh bengkok ilegal di Indonesia” kata lead author Prof. Stephen Pires dari Florida International University.
“Hal tersebut mengindikasikan bahwa orang menargetkan spesies yang menarik akan lebih mudah dijual di pasar resmi, dan ada preferensi lintas budaya untuk spesies burung paruh bengkok tertentu, terutama spesies yang secara historis dieksploitasi secara berlebihan,” tambah Prof. Pires.
Perdagangan domestik dan internasional yang tumpang tindih dari spesies tertentu burung paruh bengkok Indonesia menunjukkan bahwa sejumlah besar burung yang ditangkap di alam liar di Indonesia sengaja diberi label yang salah sebagai 'hasil penangkaran' untuk diekspor secara legal. “Penegakan hukum yang lebih efisien sangat dibutuhkan,” Prof Heinsohn menambahkan.
“Strategi lebih lanjut untuk mengurangi perdagangan burung paruh bengkok dapat berupa perlindungan sarang, kampanye kesadaran pendidikan yang menargetkan anak-anak dan konsumen.”
Paper:
Pires
SF*, Olah G*, Nandika D, Agustina D, Heinsohn R (2021) What drives the illegal
parrot trade? Applying a criminological model to market and seizure data in
Indonesia. Biological Conservation Vol 257, May 2021.
Link publikasi online: https://doi.org/10.1016/j.biocon.2021.109098
Link video abstrak: https://youtu.be/1GbRyb94qlw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar