Provinsi Sulawesi Tenggara, sebagai salah satu wilayah sebaran kakatua yang tercatat populasinya kurang
dari 200 ekor yang tersebar di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Pulau Kadatua,
Pulau Buton, dan Wakatobi (data KKI). Provinsi Sulawesi Tengah, di Taman Nasional
Lore Lindu (yang tidak memiliki catatan baru dalam dua dekade terakhir), serta
populasi terakhir yang masih diobservasi berada di Pulau Pasoso yang merupakan kawasan konservasi Suaka Margasatwa.
Sebelumnya,
populasi kakatua tersebut stabil sejak tahun 2000, yaitu sekitar 7-15 ekor, dan
terus mengalami peningkatan hingga 14-17
ekor pada tahun 2012. Namun, pada tahun 2015, populasinya mulai mengalami
menurun menjadi 8 ekor.
Ancaman
terbesar kakatua di pulau Pasoso adalah pemburuan liar dan kurangnya habitat.
Hal ini diakibatkan karena Pasoso merupakan pulau yang tidak berpenghuni
sehingga cukup sulit untuk mengontrol nelayan yang terindikasi melakukan
perburuan burung. Meskipun pada
survei terakhir tidak ditemukan adanya perburuan, namun terdapat
catatan bahwa pada tahun 1991, masyarakat melakukan perburuan terhadap kakatua
di Pulau Pasoso untuk dijadikan hewan peliharaan, ini memperkuat bukti bahwa praktek perburuan burung,
khususnya kakatua, terjadi di Pulau Pasoso.
Selain itu, Perubahan penggunaan lahan berskala besar sangat mempengaruhi metapopulasi di pulau-pulau kecil,
termasuk populasi kakatua di Pulau Pasoso.
Migrasi lokal kakatua dari daratan ke Pulau Pasoso, atau sebaliknya,
yang biasanya dilakukan untuk mencari pakan dan pasangan, terhenti karena
menyempitnya habitat di daratan dan penurunan drastis populasi kakatua di
daratan, bahkan mengarah ke ambang kepunahan.
Konservasi
Kakatua Indonesia (KKI) bekerjasama
dengan Kelompok Pengamat Burung Spilornis (KPB Spilornis) untuk melakukan upaya
konservasi kakatua di Pulau Pasoso agar terhindar dari kepunahan. Proyek ini dimulai
dari tanggal 25 Januari hingga 20 Maret 2023. Proyek ini bertujuan untuk memahami
status populasi kakatua di Pulau Pasoso, termasuk ekologi dan ancaman yang ada,
dan sosialisasi kesadaran konservasi kepada masyarakat di sekitar Pulau Pasoso.
Program
konservasi yang untuk melindungi kakatua di Pasoso mencakup langkah-langkah
untuk mengurangi ancaman dari predator. Salah satu tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi risiko dari predator adalah dengan memasang plat seng sebagai pelindung pada pohon sarang, dari ancaman predator seperti ular dan biawak.
KKI
dan KPB Spilornis memasang dua buah lempengan seng pada pohon sarang kakatua,
dan akan terus melakukan identifikasi sarang-sarang lainnya untuk dipasang
lempengan seng. Selain itu, KPB Spilornis juga berupaya mengurangi ancaman
predator terhadap kakatua dengan melakukan pemangkasan ranting-ranting yang
menjulur mendekati pohon sarang.
Kemudian
upaya selanjutnya adalah memberikan informasi dan pemahaman tentang keberadaan
kakatua kepada masyarakat yang beraktivitas di Pasoso, seperti para pekerja
kopra dan nelayan yang mencari ikan. Membagikan stiker, masker, poster dan
memasang spanduk konservasi kakatua di rumah penjaga pulau.
KKI
bekerja sama dengan KPB Spilornis melakukan sosialisasi pada pameran Expo
Fahutan yang diselenggarakan oleh Universitas
Tadulako. Sosialisasi dilakukan dengan cara membuka satu stand untuk
mempublikasikan kegiatan konservasi kakatua-kecil j
ambul-kuning di Pasoso, memasang tagline "Mari kita cegah kakatua
dari kepunahan", dan membagikan poster serta
stiker kepada para pengunjung pameran.
Sosialisasi
juga dilakukan kepada penduduk Desa Manimbaya dan Ketong. Sosialisasi dilakukan dengan memberikan informasi
mengenai keberadaan kakatua yang hampir punah sekaligus menggugah empati
terhadap kakatua sebagai salah satu kekayaan alam Sulawesi Tengah. Selain itu, film
dokumenter konservasi juga diputar untuk memotivasi mereka dalam upaya
konservasi dan membangun kesadaran dan kebanggaan mereka. Dari sini, masyarakat
belajar tentang bagaimana perjuangan dan kebanggaan akan sumber daya yang
mereka miliki meskipun mereka berada di tempat yang terpencil.
Selain
kepada penduduk, sosialisasi dilakukan kepada siswa sekolah di Desa Manimbaya
dan Ketong. Sekitar 142 siswa dari sekolah dasar (SDN 03 Balaesang Tanjung
& SMPN SATAP - 5 Balaesang Tanjung) dan sekolah menengah atas (SMAS Yayasan
Pendidikan Tanjung Balaesang - YPTB Ketong) mengikuti program ini.
Para
siswa sangat antusias dan bersemangat menonton film dokumenter dan bermain game
konservasi. Mereka juga berinisiatif untuk membuat grup WhatsApp untuk tetap
terhubung dan mereka benar-benar terlihat haus akan dunia konservasi. Para
siswa juga sangat termotivasi untuk belajar bahasa Inggris, ketika tim
mengajarkan mereka untuk menyanyikan lagu kakatua dalam versi bahasa Inggris.
Ini merupakan langkah awal yang baik untuk meningkatkan kesadaran dan
kebanggaan terhadap burung mereka sendiri.